BAB
I
1.1 Latar
Belakang
Saat manusia mulai
memasuki usia lanjut, maka akan banyak sekali penyakit yang mulai menyerang.
Ini dikarenakan pada saat manusia masuk dalam fase itu, fungsi kekebalan
didalam tubuh manusia mulai menurun. Sehingga banyakpenyakit yang masuk. Mulai
dari penyakit yang kecil hingga yang mematikan. Salah satu penyakit yang sering
menyerang adalah penyakit osteoporosis.
Osteoporosis berasal
dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti
berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos,
yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas
jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang ( Tandra, 2009). Di
Indonesia 19,7% dari jumlah lansia atau 3,6 juta otang diantaranya menderita
osteoporosis.
Hal ini mengakibatkan
banyak studi tentang pencegahan osteoporosis, salah satunya dilakukan oleh Maha
Sari Karolina mahasiswi dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
Dalam skripsinya ada beberapa tindakan-tindakan yang dapat mencegah osteoporosis.
Selain osteoporosis ada
juga penyakit yang sering menyerang para lansia yaitu osteoarthritis. Osteoartritis
adalah penyakit sendi yang sering diderita dewasa madya hingga lansia dengan
keluhan utama nyeri kronis yang menimbulkan cemas dan depresi serta
ketidakberdayaan. Nyeri kronis ini akan mempengaruhi aktivitas, sosial,
spiritual dan psikologis yang akan membuat penderitanya mengalami stres. Di Indonesia, prevalensi
osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun,
dan 65% pada usia >61 tahun.5 Untuk osteoarthritis lutut prevalensinya cukup
tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita.
Dengan adanya berbagai masalah tersebut maka penulis
berinisiatif membuat makalah tentang osteoporosis dan osteoarthritis. Sehingga
bagi orang yang belum mengetahui tentang kedua penyakit ini, dapat mengetahui
dan memahami tentang kedua penyakit ini. Dalam makalah ini akan dijelaskan
beberapa penyebab dan cara mencegah dari kedua penyakit tersebut.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Bagaimana penjelasan tentang penyakit
osteoporis?
1.2.2
Bagaimana osteoporis dapat menyerang
lansia dan bagaimana cara mencegahnya?
1.2.3
Bagaimana penjelasan tentang penyakit osteoarthritis?
1.2.4
Bagaimana osteoarthritis dapat menyerang lansia
dan bagaimana cara mencegahnya?
1.3 Tujuan
Penulisan
1.3.1
Dapat
mengetahui apa itu osteoporosis
1.3.2
Dapat
mengetahui penyebab dan cara mencegah osteoporosis
1.3.3
Dapat
mengetahui apa itu osteoarthritis
1.3.4
Dapat
mengetahui penyebab dan cara mencegah osteoarthritis
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Osteoporosi
Penyakit Osteoporosis (OP) atau
pengeroposan tulang adalah berkurangnya ketebalan tulang dan rusaknya
mikroarsitektur tulang menjadikan tulang mudah patah. Tulang akan tampak
berlubang-lubang atau berpori-pori. Penyakit ini menimpa jutaan manusia,
misalnya di Amerika Serikat didapati sekitar 28 juta penderita OP dan penyakit
berupa patah tulang dijumpai pada 1,5 juta penderita. Sebagian besar (80%),
penderita OP adalah wanita.
Tulang yang kita miliki selalu berubah
yaitu ada yang dirusak dan ada pembentukan tulang baru sebagai penggantinya.
Tulang dibentuk oleh suatu struktur bangunan yang mirip sarang lebah dan
dipenuhi oleh kalsium serta mineral lainnya. Sampai batas usia 20 – 25 tahun
proses pembentukan tulang dari kalsium dalam makanan mencukupi untuk pergantian
tulang yang rusak. Masa puncak tulang yang baik dicapai pada usia diatas 25
tahun, dan sedikit demi sedikit masa tulang ini akan berkurang setelah
menginjak usia diatas 40 tahun. Setelah henti haid (menopause) maka seorang
wanita mengalami penurunan masa tulang yang sangat tajam. Hal ini diakibatkan
oleh penurunannya kadar hormon estrogen.
Tulang dengan masa yang makin berkurang
itu akan rentan terhadap kejadian patah tulang walaupun diakibatkan oleh
benturan ringan. Pada kenyataannya, patah tulang ini mungkin merupakan salah
satu pertanda adanya OP.
Menurut Wisnu Wardana dalam tugas
akhirnya mengatakan bahwa, osteoporosis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Osteoporosis
primer
Osteoporosis primer adalah osteoporosis
yang tidak diketahui penyebabnya. Pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi
osteoporosis primer menjadi 2 tipe, yaitu Osteoporosis tipe I dan osteoporosis
tipe II.
Osteoporosis tipe I disebut juga
osteoporosis pasca menopause. Osteoporosis tipe ini disebabkan oleh defisiensi
estrogen akibat menopause. Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis
senilis, disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan
hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis.
Namun pada sekitar tahun 1990, Riggs dan
Melton memperbaiki hipotesisnya dan mengemukakan bahwa estrogen menjadi faktor
yang sangat berperan pada osteoporosis primer, baik pasca menopause maupun senilis.
2) Osteoporosis
sekunder
Osteoporosis sekunder adalah
osteoporosis yang diketahui penyebabnya, yaitu terjadi karena adanya penyakit
lain yang mendasari, defisiensi atau konsumsi obat yang dapat menyebabkan
osteoporosis.
2.2 Penyebab
Osteoposis
Penyebab utama
osteoporosis adalah gangguan dalam remodeling tulang sehingga mengakibatkan
kerapuhan tulang. Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena
jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel
osteoblas (sel pembentukan tulang). Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa
tulang.
Dalam tugas
akhirnya Wisnu Wardana mengatakan bahwa ada banyak sekali factor yang dapat
menyebabkan osteoporosis, yaitu:
1) Usia
Semua bagian
tubuh berubah seiring dengan bertambahnya usia, begitu juga dengan rangka
tubuh. Mulai dari lahir sampai kira-kira usia 30 tahun, jaringan tulang yang
dibuat lebih banyak daripada yang hilang. Tetapi setelah usia 30 tahun situasi
berb alik, yaitu jaringan tulang yang hilang lebih banyak daripada yang dibuat.
Tulang mempunyai 3 permukaan, atau bisa disebut juga dengan envelope, dan
setiap permukaan memiliki bentuk anatomi yang berbeda. Permukaan tulang yang
menghadap lubang sumsum tulang disebut dengan endosteal envelope, permukaan
luarnya disebut periosteal envelope, dan diantara keduanya terdapat
intracortical envelope. Ketika masa kanak-kanak, tulang baru terbentuk pada
periosteal envelope. Anak- anak tumbuh karena jumlah yang terbentuk dalam
periosteum melebihi apa yang dipisahkan pada permukaan endosteal dari tulang
kortikal. \
Pada anak
remaja, pertumbuhan menjadi semakin cepat karena meningkatnya produksi hormon
seks. Seiring dengan meningkatnya usia,
pertumbuhan tulang akan semakin berkurang. Proporsi osteoporosis lebih
rendah pada kelompok lansia dini (usia
55-65 tahun) daripada
lansia lanjut (usia 65-85 tahun).
Peningkatan usia memiliki hubungan dengan
kejadian osteoporosis. Jadi terdapat
hubungan antara osteoporosis
dengan peningkatan usia. Begitu juga dengan fraktur osteoporotik akan meningkat
dengan bertambahnya usia. Insiden fraktur pergelangan tangan meningkat secara
bermakna setelah umur 50, fraktur vertebra meningkat setelah umur 60, dan
fraktur panggul sekitar umur 70.9
2) Jenis
Kelamin
Jenis kelamin
juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya osteoporosis. Wanita secara
signifikan memilki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis. Pada
osteoporosis primer, perbandingan antara wanita dan pria adalah 5 : 1. Pria
memiliki prevalensi yang lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis sekunder,
yaitu sekitar 40-60%, karena akibat dari hipogonadisme, konsumsi alkohol, atau
pemakaian kortikosteroid yang berlebihan.25 Secara keseluruhan perbandingan
wanita dan pria adalah 4 : 1.
3) Ras
Pada umumnya ras
Afrika-Amerika memiliki massa tulang tertinggi, sedangkan ras kulit putih
terutama Eropa Utara, memiliki massa tulang terendah. Massa tulang pada ras campuran
Asia-Amerika berada diantara keduanya.(24) Penelitian menunjukkan bahwa, bahkan
pada usia muda terdapat perbedaan antara anak Afrika-Amerika dan anak kulit
putih. Wanita Afrika-Amerika umumnya memiliki massa otot yang lebih tinggi.
Massa tulang dan massa otot memiliki kaitan yang sangat erat, dimana semakin
berat otot, tekanan pada tulang semakin tinggi sehingga tulang semakin besar.
Penurunan massa tulang pada wanita Afrika-Amerika yang semua cenderung lebih
lambat daripada wanita berkulit putih. Hal ini mungkin disebabkan oleh
perbedaan hormon di antara kedua ras tersebut.
Beberapa
penelitian lain juga menunjukkan bahwa wanita yang berasal dari negara-negara
Eropa Utara, Jepang, dan Cina lebih mudah terkena osteoporosis daripada yang
berasal dari Afrika, Spanyol, atau Mediterania.
4) Riwayat
Keluarga
Faktor genetika
juga memiliki kontribusi terhadap massa tulang. Penelitian terhadap pasangan
kembar menunjukkan bahwa puncak massa tulang di bagian pinggul dan tulang
punggung sangat bergantung pada genetika. Anak perempuan dari wanita yang
mengalami patah tulang osteoporosis rata-rata memiliki massa tulang yang lebih
rendah daripada anak seusia mereka (kira-kira 3-7 % lebih rendah). Riwayat
adanya osteoporosis dalam keluarga sangat bermanfaat dalam menentukan risiko
seseorang mengalami patah tulang.
5) Indeks
Massa Tubuh
Berat badan yang
ringan, indeks massa tubuh yang rendah, dan kekuatan tulang yang menurun
memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap berkurangnya massa tulang pada semua
bagian tubuh wanita. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa efek berat badan
terhadap massa tulang lebih besar pada bagian tubuh yang menopang berat badan,
misalnya pada tulang femur atau tibia.
Estrogen tidak
hanya dihasilkan oleh ovarium, namun juga bisa dihasilkan oleh kelenar adrenal
dan dari jaringan lemak. Jaringan lemak atau adiposa dapat mengubah hormon
androgen menjadi estrogen. Semakin banyak jaringan lemak yang dimiliki oleh
wanita, semakin banyak hormon estrogen yang dapat diproduksi. Penurunan massa
tulang pada wanita yang kelebihan berat badan dan memiliki kadar lemak yang
tinggi, pada umumnya akan lebih kecil. Adanya penumpukan jaringan lunak dapat
melindungi rangka tubuh dari trauma dan patah tulang.
6) Aktifitas
Fisik
Latihan beban
akan memberikan penekanan pada rangka tulang dan menyebabkan tulang
berkontraksi sehingga merangsang pembentukan tulang. Kurang aktifitas karena
istirahat di tempat tidur yang berkepanjangan dapat mengurangi massa tulang.
Hidup dengan aktifitas fisik yang cukup dapat menghasilkan massa tulang yang
lebih besar. Itulah sebabnya seorang atlet memiliki massa tulang yang lebih
besar dibandingkan yang non-atlet. Proporsi
osteoporosis seseorang yang memiliki
tingkat aktivitas fisik
dan beban pekerjaan harian tinggi
saat berusia 25 sampai 55 tahun cenderung
sedikit lebih rendah
daripada yang memiliki aktifitas
fisik tingkat sedang dan rendah.
7) Pil
KB
Terdapat
beberapa bukti bahwa wanita yang menggunakan pil KB untuk waktu yang lama
memiliki tulang yang lebih kuat daripada yang tidak mengkonsumsinya. Kontrasepsi
oral mengandung kombinasi estrogen dan progesteron, dan keduanya dapat
meningkatkan massa tulang. Hormon tersebut dapat melindungi wanita dari
berkurangnya massa tulang dan bahkan merangsang pembentukan tulang.
8) Densitas
Tulang
Densitas masa tulang
juga berhubungan dengan risiko terjadinya fraktur. Setiap penurunan 1 SD,
berhubungan dengan risiko peningkatan fraktur sebesar 1,5 - 3,0 kali. Faktor
usia juga menjadi pertimbangan dalam menentukan besarnya risiko menurut
densitas tulang.
9) Penggunan
kortikosteroid
Kortikosteroid
banyak digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit, terutama penyakit autoimun,
namun kortikosteroid yang digunakan dalam jangka panjang dapat menyebabkan
terjadinya osteoporosis sekunder dan fraktur osteoporotik. Kortikosteroid dapat
menginduksi terjadinya osteoporosis bila dikonsumsi lebih dari 7,5 mg per hari
selama lebih dari 3 bulan. Kortikosteroid akan menyebabkan gangguan absorbsi
kalsium di usus, dan peningkatan ekskresi kalsium pada ginjal, sehingga akan
terjadi hipokalsemia.
Selain berdampak
pada absorbsi kalsium dan ekskresi kalsium , kortikosteroid juga akan
menyebabkan penekanan terhadap hormon gonadotropin, sehingga produksi estrogen
akan menurun dan akhirnya akan terjadi peningkatan kerja osteoklas.
Kortikosteroid juga akan menghambat kerja osteoblas, sehingga penurunan formasi
tulang akan terjadi. Dengan terjadinya peningkatan kerja osteoklas dan
penurunan kerja dari osteoblas, maka akan terjadi osteoporosis yang progresif.
10) Menopause
Wanita yang
memasuki masa menopause akan terjadi fungsi ovarium yang menurun sehingga
produksi hormon estrogen dan progesteron juga menurun. Ketika tingkat estrogen
menurun, siklus remodeling tulang berubah dan pengurangan jaringan tulang akan
dimulai. Salah satu fungsi estrogen adalah mempertahankan tingkat remodeling
tulang yang normal. Tingkat resorpsi tulang akan menjadi lebih tinggi daripada
formasi tulang, yang mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Sangat
berpengaruh terhadap kondisi ini adalah tulang trabekular karena tingkat
turnover yang tinggi dan tulang ini sangat rentan terhadap defisiensi estrogen.
Tulang trabekular akan menjadi tipis dan akhirnya berlubang atau terlepas dari
jaringan sekitarnya. Ketika cukup banyak tulang yang terlepas, tulang trabekular
akan melemah.
11) Merokok
Tembakau dapat
meracuni tulang dan juga menurunkan kadar estrogen, sehingga kadar estrogen
pada orang yang merokok akan cenderung lebih rendah daripada yang tidak
merokok. Wanita pasca menopause yang merokok dan mendapatkan tambahan estrogen
masih akan kehilangan massa tulang. Berat badan perokok juga lebih ringan dan
dapat mengalami menopause dini ( kira-kira 5 tahun lebih awal ), daripada
non-perokok. Dapat diartikan bahwa wanita yang merokok memiliki risiko lebih
tinggi untuk terjadinya osteoporosis dibandingkan wanita yang tidak merokok.
12) Konsumsi
alkohol
Konsumsi alkohol
yang berlebihan selama bertahun-tahun mengakibatkan
berkurangnya massa tulang. Kebiasaan meminum alkohol lebih dari 750 mL per
minggu mempunyai peranan penting dalam penurunan densitas tulang. Alkohol dapat secara langsung meracuni
jaringan tulang atau mengurangi massa tulang karena adanya nutrisi yang buruk.
Hal ini disebabkan karena pada orang yang selalu menonsumsi alkohol biasanya
tidak mengkonsumsi makanan yang sehat dan mendapatkan hampir seluruh kalori
dari alkohol. Disamping akibat dari defisiensi nutrisi, kekurangan vitamin D
juga disebabkan oleh terganggunya metabolisme di dalam hepar, karena pada
konsumsi alkohol berlebih akan menyebabkan gangguan fungsi hepar.
Pada awalnya
osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai puluhan tahun tanpa
keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps
atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang
dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau gejala sebagai
berikut:
1) Tinggi
badan berkurang
2) Bungkuk
atau bentuk tubuh berubah
3) Patah
tulang
4) Nyeri
bila ada patah tulang (Tandra, 2009).
2.3 Cara
Mencegah Osteoporosis
Karena
osteoporosis dapat menyerang semua manusia, maka banyak orang menelitidan
akhirnya menemukan beberapa cara untuk mencegah penyakit osteoporosis. Antara
lain yaitu:
1) Asupan kalsium cukup
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang
dapat dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan
vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah
baya yang sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium
setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium
per hari, sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat
terpenuhi dari makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri,
brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan.
2)
Paparan sinar
matahari
Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh
menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa
tulang. Berjemurlah dibawah sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu.
Sebaiknya berjemur dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah
jam 4. Sinar matahari membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan
oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang (Ernawati, 2008).
3)
Melakukan
olahraga dengan beban
Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan
sendiri juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan
tulang. Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga.
Olahraga yang teratur merupakan upaya pencegahan yang penting. Tinggalkan gaya
hidup santai, mulailah berolahraga beban yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya.
Yang penting adalah melakukannya dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau
olahraga untuk penderita osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk mencegah
osteoporosis.
2.4 Osteoarthritis
Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang
berarti tulang, arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti
inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi
atau hanya mengalami inflamasi ringan. Osteoartritis adalah
penyakit sendi degeneratif yang umumnya terjadi pada dewasa madya dan lansia
dengan gangguan pada sendi dan mempunyai gejala utama nyeri kronik (Nevitt,
Felson dan Laster, 2011). Soeroso etal., (2006) menyatakan bahwa prevalensi
osteoartritis radiologis di Indionesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada
pria, dan 12.7% pada wanita dan diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia
di Indonesia menderita cacat karena osteoartritis.
Osteoarthritis
ditemukan oleh American College of Rheumatology sebagai sekelompok
kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi. Osteoarthritis
merupakan penyakit degeneratif dan progresif yang mengenai dua per tiga orang
yang berumur lebih dari 65 tahun, dengan prevalensi 60,5% pada pria dan 70,5%
pada wanita. Osteoarthritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit
ini ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru
yang irreguler pada permukaan persendian. Nyeri menjadi gejala utama terbesar
pada sendi yang mengalami osteoarthritis.
Di antara lebih
dari 100 jenis kondisi-kondisi radang sendi yang berbeda,
osteoarthritis adalah yang paling umum, mempengaruhi lebih 20 juta orang di
dalam Amerika Serikat. Osteoarthritis terjadi lebih sering sejalan dengan usia.
sebelum usia 45 tahun, osteoarthritis terjadi lebih sering terjadi pada
pria-pria. Setelah usia 55 tahun, itu terjadi lebih sering pada wanita.
2.5 Penyebab
Osteoarthritis
Osteoarthritis
kebanyakan dihubungkan dengan penuaan. Dengan penuaan, kadar air dari tulang
rawan meningkat dan protein dari tulang rawan merosot. Penggunaan berulang dari
sendi dari tahun ke tahun mengganggu tulang rawan, menyebabkan nyeri dan
bengkak. Pada akhirnya, tulang rawan mulai merosot dengan pengelupasan atau
membentuk celah gleser kecil. Di dalam kasus-kasus yang lebih parah, akan
terjadi kehilangan total bantal tulang rawan antara tulang-tulang dari sendi.
Hilangnya bantalan tulang rawan menyebabkan pergeseran antara tulang-tulang,
mendorong ke arah nyeri dan pembatasan mobilitas sendi. Peradangan tulang rawan
dapat juga merangsang pertumbuhan tulang baru untuk membentuk di sekitar sendi.
Osteoarthritis dapat ditemukan pada para anggota yang ganda dari keluarga yang
sama, dengan kata lain osteoarthritis dapat terjadi karena factor keturunan.
Selain karena
faktor penuaan, kerusakan tulang rawan bisa juga disebabkan faktor lain.
Seperti trauma, gangguan hormon atau pemakaian tulang yang berlebihan. Osteoarthritis
banyak menimpa perempuan, meski ditemukan juga beberapa kasus pada laki-laki, terjadi
pada banyak perempuan karena berhubungan dengan menopause. Pada periode ini,
hormon estrogen tidak berfungsi lagi, Sementara salah satu fungsi hormon ini
adalah untuk menjaga massa tulang.
2.6 Cara
Mencegah Osteoarthritis
Pengobatan atau
treatment yang dapat dilakukan untuk penderita osteoarthritis diantaranya
dengan mengurangi berat badan dan menghindari aktiitas yang akan mengakibatkan
stress berlebihan pada sambungan tulang rawan.Tujuan dari pengobatan ini adalah
mengurangi rasa sakit dan peradangan juga meningkatkan dan memperbaiki fungsi
sambungan. Beberapa penderita tidak merasakan atau sedikit merasakan nyeri.
Cara lain yang dilakukan adalah dengan istirahat, olahraga dan pengurangan
berat badan, terapi fisik dengan alat-alat yang mendukung. Upaya lain dalam pengobatan
adalah dengan suntik sendi.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit Osteoporosis (OP) atau
pengeroposan tulang adalah berkurangnya ketebalan tulang dan rusaknya
mikroarsitektur tulang menjadikan tulang mudah patah. Tulang yang kita miliki
selalu berubah yaitu ada yang dirusak dan ada pembentukan tulang baru sebagai
penggantinya. Tulang dengan masa yang makin berkurang itu akan rentan terhadap
kejadian patah tulang walaupun diakibatkan oleh benturan ringan. Pada
kenyataannya, patah tulang ini mungkin merupakan salah satu pertanda adanya OP.
Penyebab utama
osteoporosis adalah gangguan dalam remodeling tulang sehingga mengakibatkan
kerapuhan tulang. Selain itu usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, indeks
massa tubuh, latihan fisik, pil KB, densitas tulang, penggunaan kortikosteroid,
menopause, rokok, dan minuman keras juga dapat menyebabkan osteoporosis.
Cara mencegah
osteoporosis dapat dengan mengkonsumsi asupan kalsium yang cukup, paparan sinar
matahari juga bisa mencegah osteoporosis, dan melakukan olahraga dengan beban
yang seimbang.
Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang
berarti tulang, arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti
inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi
atau hanya mengalami inflamasi ringan. Osteoartritis adalah
penyakit sendi degeneratif yang umumnya terjadi pada dewasa madya dan lansia
dengan gangguan pada sendi dan mempunyai gejala utama nyeri kronik (Nevitt,
Felson dan Laster, 2011). Osteoarthritis ditemukan oleh American College of
Rheumatology sebagai sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada
tanda dan gejala sendi.
Osteoarthritis
kebanyakan dihubungkan dengan penuaan. Dengan penuaan, kadar air dari tulang
rawan meningkat dan protein dari tulang rawan merosot. Penggunaan berulang dari
sendi dari tahun ke tahun mengganggu tulang rawan, menyebabkan nyeri dan
bengkak. Selain karena faktor penuaan, kerusakan tulang rawan bisa juga
disebabkan faktor lain. Seperti trauma, gangguan hormon atau pemakaian tulang
yang berlebihan.
Pengobatan atau treatment yang dapat dilakukan untuk
penderita osteoarthritis diantaranya dengan mengurangi berat badan dan
menghindari aktiitas yang akan mengakibatkan stress berlebihan pada sambungan
tulang rawan.
DAFTAR
PUSTAKA
Koentjoro, Sara Listyani. 2010. HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASA TUBUH (IMT) DENGAN
DERAJAT OSTEOARTRITIS LUTUT MENURUT KELLGREN DAN LAWRENCE. Semarang: Universitas Diponegoro
Lumbantoruan, Septa Meriana dan
Ikhsanuddin Ahmad Harahap. HUBUNGAN INTENSITAS NYERI DENGAN STRES PASIEN
OSTEOARTRITIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN. Medan: Universitas Sumatra Utara
Mulyaningsih, Farida. 2008. MENCEGAH
DAN MENGATASI OSTEOPOROSIS DENGAN BEROLAHRAGA. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta
Sumual, Angela
Sarah, Vennetia R Danes, dan Fransiska Lintong. PENGARUH BERAT BADAN TERHADAP GAYA GESEK DAN
TIMBULNYA OSTEOARTHRITIS PADA ORANG DI ATAS 45 TAHUN DI RSUP PROF. DR. R. D.
KANDOU MANADO. Manado: Universitas Sam Ratulangi
Wardhana,Wisnu. 2012. FAKTOR – FAKTOR RISIKO OSTEOPOROSIS PADA
PASIEN DENGAN USIA DI ATAS 50 TAHUN. Semarang: Universitas Diponegoro
Yulia, Cica dan
Sri Darningsih. HUBUNGAN KALSIUM DENGAN RICKETSIA, OSTEOMALACIA DAN OSTEOARTHRITIS