Kamis, 16 Oktober 2014

Pengetahuan Tentang statiktika

   1. Jenis-jenis skala pengukuran ada 4, yaitu:
·         skala nominal adalah skala yang digunakan untuk mengklasifikasikan obyek amatan berdasarkan sifat maupun cirinya.
·         skala ordinal disebut juga skala berjenjang adalah skala digunakan untuk mengklasifikasi obyek amatan berdasarkan jenjang tanpa memperhatikan jarak antar klasifikasi yang satu dengan lainnya.
·         skala interval adalah skala yang digunakan untuk menujukkan adanya pengelompokan data yang mempunyai besaran dan jarak yang sama.
·         skala rasio pada dasarnya sama dengan skala interval. Perbedaannya, angka nol (0) pada skala rasio mempunyai sifat mutlak (absolut).
2   2. Analisis diskriptif adalah susunan data angka yang diurut menurut besarnya atau katagorinya. Susunan data angka tersebut disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
3.      3. Tehnik analisis korelasi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kecenderungan hubungan antara dua variable atau lebih. Variable-variable yang dianalisis hubungannya adalah variable tergantung (dependent variable) dengan variable-variable bebas (independent variable).
4.     4.  Uji beda mean ada dua, yaitu: Uji-t cuplikan kembar dan Uji-t amatan ulangan
·         Uji-t cuplikan kembar adalah tehnik statistic yang digunakan untuk menguji perbedaan mean sampel random bebas atau sampel mandiri (independent sample).
·         Uji-t amatan ulangan digunakan untuk menganalisis perbedaan dua mean sample yang berkorelasi, atau sampel tak mandiri (dependent sample)
5.     5.  Ada tiga tehnik analisis varian yaitu tehnik analisis varian klasifikasi tunggal, analisis varian klasifikasi ganda, dan analisis varian amatan ulangan.
·         Analisis varian klasifikasi tunggal disebut juga analisis varian satu jalan atau analisis varian sederhana. Analisis varian klasifikasi tunggal digunakan untuk menguji perbedaan dua mean kelompok atau lebih sampel bebas atau sampel mandiri (independent sampel).
·         Tehnik analisis varian ganda disebut juga tehnik analisis varian dua jalan, yaitu analisis varian untuk sampel-sampel berhubungan (berkorelasi). Tehnik analisis varian ini digunakan membedakan mean beberapa kelompok obyek penelitian sekaligus untuk dua jenis variable.

·         Analisis varian amatan ulangan digunakan untuk menghitung perbedaan amatan ulangan selama diberi perlakuan yang diamati setiap interval waktu tertentu terhadap satu kelompok penelitian. Dengan kata lain, analisis varian amatan ulangan untuk menghitung perkembangan satu kempok penelitian akibat perlakukan yang diberikan selama kurun waktu tertentu.

Penanganan Pertama Cidera dan Cidera Olahraga (PPC dan CO)

Nama               : M. Arifin
NIM                : 120631420008
Jurusan            : Pendidikan Kepelatihan Olahraga
Angkatan        : 2012
Tema               : “Kesalahan-kesalahan mendasar dalam dunia pencegahan dan rehabilitasi olahraga”
“Kesalahan Para Official Tim Sepakbola Amatir di Daerah-Daerah Dalam Menangani Cidera Pada Pemainnya”
Sepakbola merupakan suatu olahraga yang paling popular didunia. Semua orang suka dengan olahraga ini. Dari anak kecil hingga orang dewasa, bahkan hingga manula. diIndonesia sendiri sepakbola sudah menjadi permainan bagi setiap kalangan, didaerah-daerah maupun dikota. Selain banyak klub-klub yang telah terkenal secara nasional, didaerah-daerah juga ada banyak klub-klub sepakbola yang juga ikut dalam kompetisi-kompetisi namun masih dalam tingkat amatir.
Contohnya, didaerah Kabupaten Blitar setiap satu tahun sekali pasti ada kompetisi amatir antar desa (atau sering disebut dengan nama Gala Gedek oleh orang-orang Blitar). Pada kompetisi ini biasanya dilaksanakan setiap bulan Agustus, untuk memperingati Hari Kemerdekaan. Namun dalam pelaksanaannya karena adu gengsi antar desa, maka banyak tim yang memperagakan permainan yang keras demi meraih kemenangan. Akibatnya pemain-pemain muda yang ikut dalam kompetisi tersebut banyak yang mengalami cidera. Dari cidera ringan hingga cidera berat.
Dalam setiap tim yang berlaga, jarang sekali yang menggunakan jasa medis yang sudah professional, atau minimal mengerti tentang Penanganan Pertama Cidera Olahraga (PPCO). Akibatnya banyak pemain yang seharusnya hanya mengalami cidera yang ringan, menjadi cidera yang parah karena kesalahan dalam menanganinya. Contohnya, pada seorang pemain yang mengalami dislaction (terkilir), kebanyakan para pemain akan dilakukan penanganan medis dengan cara langsung dipijit. Padahal jika ada pembekakan pada pembuluh darah, maka bisa terjadi pembuluh darah tersebut akan pecah, dan akan lebih membuat cidera tersebut semakin parah.
Seharusnya jika dalam keadaan pemain mengalami terkilir, maka harus didiamkan terlebih dahulu, atau dikompres dengan es, agar jika ada pembuluh darah yang pecah darah akan berhenti dengan kompres es tersebut. Es juga bisa meminimalisir rasa sakit pada daerah yang terkilir.

Saran dari penulis untuk masalah tersebut adalah walaupun itu hanya kompetisi Gala Gedek (kompetisi antar Desa), sebaiknya para pemain tidak terlalu bermain kasar, karena kasihan bagi para pemain muda yang berpotensi punya kemampuan yang baik dapat cidera parah dan tidak bida mengembangkan bakatnya hanya karena bermain dikompetisi antar desa. Kemudian untuk meminimalisir terjadinya cidera parah ataupun kesalahan penanganan pada pemain yang mengalami cidera, maka setiap tim seharusnya memiliki minimal 1 orang yang ahli dalam bidang penangan pertama cidera olahraga. Selain itu bagi panitia, sebaiknya menghukum dengan tegas kedara para pemain maupun tim yang melakukan tindakan yang membahayakan bagi kelanjutan pemain-pemain muda yang mempunyai bakat dan berpotensi untuk lebih baik lagi di tingkat yang lebih baik.

Tes Standart Untuk Cabang Bola Voli

Tes Standart Untuk Cabang Bola Voli
AAHPER Volleyball Skill Test
Petunjuk pelaksanaan tes keterampilan passing bolavoli (AAHPER Voleyball Skill Test dari Strand and Wilson (1993:136-141), terdiri dari dua item tes yaitu ; 1) pass bawah, 2) pass atas.
1.      Tujuan : untuk mengukur kemampuan dasar bolavoli.
2.      Validitas dan Reliabilitas: face validity dan content validity. Dalam tes manual tidak terdapat perhitungan reliabilitasnya, tetapi tidak ada item tes yang reliabilitasnya kurang dari 0.70.
3.      Umur dan jenis kelamin: untuk siswa SMP/MTsN, SMU, dan putra – putrid
4.      Personel: tes ini membutuhkan beberapa scorer pada tiap station, timer untuk tes passing, servis dan beberapa siswa untuk membantu menerima dan mengembalikan bola.
5.      Perlengkapan: bolavoli, kapur, tali, stop watch, pita pengukur, net yang standar, score card dan pensil.
6.      Tempat : ukuran lapangan bolavoli yang standar.
7.      Petunjuk Pelaksanaan :
Passing :
·         Lapangan tes passing dilengkapi dengan tali setinggi 8 feet dari tanah dipasang menyeberang lapangan dengan jarak 10 feet dari net. Passing zone berada dibawah tali dengan ukuran 4 x 4 feet. Untuk dua scoring zone terletak pada samping kanan dan samping kiri lapangan dekat net dengan ukuran 6 x 4 feet. Scorring zone sejauh 3 feet dari net dan 3 feet dari garis panjang tengah lapangan.
·         Petunjuk pelaksanaan: untuk memulai, tosser berada pada posisi dan mengoper bola kepada passer yang akan berusaha menge-pass bola setinggi 8 feet ke scorring zone. Percobaan 10 kali ke kanan dan 10 kali ke kiri. Bola yang mengenai tali, net atau pun jatuh di luar area tidak mendapatkan poin.
·         Scorring (penilaian): satu poin untuk bola yang sah dan masuk ke daerah sasaran. Total poin adalah jumlah semua percobaan sebanyak 20 kali.

·         Keterangan : untuk tes passing, jenis tes ini sama pada pass bawah dan pass atas.

DOMAIN PSIKOMOTOR DALAM BELAJAR GERAK

Oleh:
M. Arifin (120631420008)
Arum Sih Marwati Parasari (120631420025)
Farid Aprianova (120631420009)



UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
JURUSAN PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA
AGUSTUS 2014


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Manusia mulai dari saat lahir hingga mati pasti bergerak. Walaupun saat tidur, manusia pasti melakukan gerakan. Manusia bergerak dalam dua metode, yaitu bergerak secara sadar dan tidak sadar. Yang yang sadar yakni melakukan aktivitas sehari, seperti berjalan, berlari, melompat, melompat, dan lain-lain. Sedangkan gerakan yang tanpa sabar yakni gerakan-gerakan pada organ dalam, seperti gerakan diafragma saat melakukan pernafasan, berkedip, dan lain-lain.
Ada beberapa Istilah yang sering digunakan dalam studi tentang gerak manusia (human movement). Istilah tersebut adalah ilmu gerak, kinesiologi, human performance, dan pendidikan jasmani. Istilah istilah ini sering kali terdengar saat ada perbincangan tentang gerak. Selain istilah-istilah tersebut, saat ini mulai sering terdengar juga istilah yang membahas tentang gerak manusia, yaitu pertumbuhan dan perkembangan motorik. Pada ilmu ini pembahasan tentang gerak lebih detail, mulai dari saat manusia mulai tumbuh dalam janin hingga mati. Dan juga pergerakan manusia dari mulai dibuahi oleh induk telur hingga manusia muncul dan mengalami berbagai perubahan hingga mati.
Dalam makalah yang dibuat oleh Ma’mun dan Saputra, mengatakan bahwa perilaku gerak manusia terbagi dalam tiga bagian, yaitu teori gerak (motor control), belajar gerak (motor learning), dan perkembangan gerak (motor development). Teori gerak adalah studi mengenai factor-faktor fungsi syaraf yang mempengaruhi gerak manusia. Belajar gerak merupakan studi tentang proses keterlibatan dalam memperoleh dan menyempurnakan ketrampilan gerak sangat terkait dengan latihan dan pengalaman individu bersangkutan. Dan perkembangan gerak merupakan perubahan dalam perilaku gerak yang mereflesikan interaksi dari kematangan organisme dan lingkungannya.
Menurut dari pengertian dan penjelasan diatas, maka penulis berinisiatif untuk menjabarkan tentang psikomotor, belajar, dan gerak disatukan dalam tema “domain psikomotor dalam belajar gerak”. Makalah ini dibuat guna untuk memenuhi tugas mata kuliah pertumbuhan dan perkembangan motorik yang dibimbing oleh Dr. Supriadi, M. Kes.
1.2  Rumusan Masalah
Dalam makalah ini aka ada beberapa rumusan masalah-masalah yang akan dijelaskan secara rinci. Rumusan masalah tersebut yaitu:
1.2.1        Apa itu Domain Psikomotor?
1.2.2        Apa itu Belajar?
1.2.3        Apa itu Gerak?
1.2.4        Apa itu Domain Psikomotor Dalam Belajar Gerak?
1.3  Tujuan Penulisan
Agar makalah ini lebih berguna untuk penulis, dosen pembimbing dan juga pembaca, maka ada beberapa tujuan dalam penulisan ini makalah ini, yaitu:
1.3.1        Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pertumbuhan dan Perkembangan Motorik
1.3.2        Agar dapat memahami tentang domain psikotor pada manusia
1.3.3        Agar dapat memahami tentang belajar
1.3.4        Agar dapat memahami tentang gerak
1.3.5        Agar dapat memahami tentang domain psikomotor dalam belajar gerak











BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Domain Psikomotor
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata “domain” artinya adalah wilayah; tanah. Domain juga sering diidentikan dengan internet. Banyak para ahli yang mengartikan domain berkaitan dengan internet. Misalnya Irene Joos dan Nancy mendefinikan kata domain adalah identitas sebuah website di internet. Dan Yuhefizar mengatak bahwa domain adalah nama unik yang dimiliki sebuah website yang terdiri dari dua bagian dan dipisahkan oleh sebuah titik. Namun dalam makalah ini domain bukan diartikan sebagai wensite, namun domain yang berhubungan dengan perkembangan sistem gerak manusia atau kemampuan motorik manusia.
Kemampuan motorik adalah suatu yang mendasar dalam kehidupan setiap orang. Gerak adalah suatu penampilan yang ditampilkan oleh manusia secara nyata dan dapat diamati. Kemampuan motorik penting dipelajari dalam pelajaran pendidikan jasmani karena kemampuan gerak merupakan bagian dari ranah psikomotorik.  Ada tiga komponen dasar dominan psikomotor, yaitu: domain yang bersifat jasmani (psysical), kesegaran (fitness), dan permainan (play). Komponen kesegaran menunjuk pada kuantitas gerakan, atau seberapa lama gerakan yang dilakukan dapat dipertahankan, dan komponen bermain menyajikan akumulasi perkembangan domain psikomotor. Adapun unsur-unsur kemampuan motorik terdiri dari: (1) kekuatan, (2) kecepatan, (3) power, (4) ketahanan, (5) keseimbangan, (6) fleksibilitas, dan (7) koordinasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan motorik adalah faktor tampilan dan faktor lingkungan. Faktor tampilan paling sering berpengaruh pada kemampuan motorik tertentu, faktor tampilan dapat berupa ukuran tubuh, pertumbuhan fisik, sistem saraf, kekuatan dan berat tubuh.
Dari beberapa ahli psikologi pendidikan yang relative sederhana namun bisa diterima oleh masyarakat luas, yaitu teori dari Benyamin Bloom. Benyamin Bloom mengatakan bahwa proses pembelajaran yang dialami manusia itu menempuh tiga jalur utama, yaitu pertama yang berkaitan dengan domain kognitif, kedua domain efektif, dan yang ketiga domain psikomotor. Lewat pendapatnya tersebut, maka banyak pamikiran-pemikiran yang dimiliki oleh masyarakat tentang proses belajar mulai berkembang dan mulai berfikir bahwa proses belajar tidak hanya ada diranah atau lingkungan sekolah saja, namun proses belajar ada disekitar masyarakat luas.
Pengertian dari ketiga jalur atau domain tersebut, yaitu domain kognitif adalah domain yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan intelektual, seperti pengertian, pengetahuan, dan ketrampilan berfikir. Domain afektif yaitu berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Dan domain psikomotor adalah domain yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek ketrampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Jadi dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa domain psikomotor itu adalah cara atau proses belajar yang bersifat kemampuan motorik manusia. Manusia tidak hanya belajar untuk mengembangkan pola berfikir tentang ilmu pengetahuan saja, namun juga perlu untuk belajar untuk mengembangkan pola kreatifitas dengan cara mengembangkan domain psikomotornya. Domain psikomotor ini sebenarnya sudah mulai sejak manusia dilahirkan didunia. Contohnya bayi mulai mengenali keadaan sekitar atau lingkungannya, hal ini dilakuannya untuk beradaptasi, karena manusia mempunyai salah satu sifat yaitu adaptasi.
Jadi domain psikomotor itu perlu diketahui oleh setiap manusia, karena domain psikomotor berperan penting dalam proses perkembangan manusia menuju dewasa. Selain itu jika sistem kreatifitas manusia dikembangkan, maka akan membuat manusia tersebut menjadi manusia yang kreatif, dengan kretifitas menjadikan hidup menusia menjadi berwarna dan lebih bermakna.

2.2 Belajar
Belajar pada hakikatnya selalu terintegrasi dengan kehidupan manusia, demikian juga binatang. Peristiwa yang dialami baik oleh manusia ataupun hewan pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dalam arti kata bahwa tanpa belajar manusia ataupun binatang, maka kelangsungan hidupnya akan terancam. Hergenhahn dan Olson (1993) menyimpulkan bahwa, kemampuan one trial learning dari binatang merupakan pelengkap dari instingnya agar binatang tersebut dapat mempertahankan kehidupannya. Demikian pula halnya dengan manusia, agar mereka bisa terus mempertahankan hidupnya, maka mereka dituntut untuk terus belajar, belajar, dan belajar hingga manusia tersebut maninggal.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hergenhahn dan Olson (1993) menghasilkan definisi belajar, yaitu belajar adalah sebagian dari perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku yang merupakan hasil dari pengalaman dan tidak bercirikan tanda-tanda yang disebabkan oleh pengaruh yang bersifat sementara seperti yang disebabkan oleh sakit, kelelahan atau pengaruh obat-obatan. Ketika membaca definisi belajar dari Hergenhahn dan Olson tersebut maka dapat disimpulkan bahwa, mereka adalah peneliti yang beraliran behavioris, karena mereka menempatkan perilaku sebagai indikator perubahan yang diakibatkan oleh belajar. Oleh karena itu, maka orang yang beraliran kognitivis akan mendebatkan bahkan akan menolaknya. Contohnya, Mayer (1987) yang beraliran kognitivis mengajukan definisi belajar sebagai perubahan yang relative permanen dalam pengetahuan (knowledge) dan perilaku seseorang yang disebabkan oleh pengalaman.
Banyak ahli yang mengemukakan tentang jenis-jenis belajar. Salah satunya yaitu Robert Gagne (1977), mengemukakan lima domain tentang jenis belajar, yaitu: 1) ketrampilan gerak, yaitu gerakan berorientasi yang diwakili oleh oleh koordinasi respon terhadap tanda-tanda tertentu, 2) informasi verbal, yaitu dicontohkan melalui fakta-fakta, prinsip-prinsip, dan generalisasi, yang dianggap sebagai pengetahuan, 3) ketrampilan intelektual, yaitu diwakili oleh diskriminasi, peraturan, dan konsep-konsep (penerapan pengetahuan), 4) strategi kognitif, yaitu ketrampilan-ketrampilan yang terorganisir secara internal yang menentukan pembelajaran seseorang, pengingatan dan pemikiran, 5) sikap, yaitu perilaku efektif seperti perasaan.
Kemudian Mayer (1987) mencoba memberikan batasan-batasan jenis belajar menjadi empat, yaitu: 1) pembelajaran respon seperti yang ditunjukan oleh pembelajaran behaviorisme, 2) pembelajaran konsep, yang menunjuk pada penguasaan peraturan klasifikasi baru, yang didasarkan pada pengalaman, 3) pembelajaran verbal hapalan, yang melibatkan kemampuan untuk menghasilkan suatu dftar respon verbal, 4) pembelajaran prosa, yang menunjuk pada pembelajaran sematik baru atau prosedur pengetahuan dari tulisan atau prosa yang menyatakan secara verbal.
2.3 Gerak
Gerak adalah suatu penampilan yang ditampilkan oleh manusia secara nyata dan dapat diamati. Menurut pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa gerak adalah perilaku manusia yang setiap saat dilakukan dan dapat diamati. Kemampuan motorik penting dipelajari dalam pelajaran pendidikan jasmani karena kemampuan gerak merupakan bagian dari ranah psikomotorik. Ada tiga komponen dasar dominan psikomotor, yaitu: domain yang bersifat jasmani (psysical), kesegaran (fitness), dan permainan (play). Komponen bersifat jasmani terkait dengan status anatomis atau struktural. Komponen motorik berhubungan dengan kualitas gerak atau cara melakukan gerakan. Komponen kesegaran menunjuk pada kuantitas gerakan, atau seberapa lama gerakan yang dilakukan dapat dipertahankan, dan komponen bermain menyajikan akumulasi perkembangan domain psikomotor.
Adapun unsur-unsur kemampuan motorik terdiri dari: (1) kekuatan, (2) kecepatan, (3) power, (4) ketahanan, (5) keseimbangan, (6) fleksibilitas, dan (7) koordinasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan motorik adalah faktor tampilan dan faktor lingkungan. Faktor tampilan paling sering berpengaruh pada kemampuan motorik tertentu, faktor tampilan dapat berupa ukuran tubuh, pertumbuhan fisik, sistem saraf, kekuatan dan berat tubuh. Beberapa ahli menganggap bahwa sistem saraf merupakan faktor utama dalam penggunaan kemampuan motorik anak. Kesulitan terbesar untuk mengembangkan sistem saraf adalah cara mengontrol banyaknya kegiatan sendi gerak tubuh per unit. Pada satu lengan saja kira-kira ada 2600 unit gerak, 26 otot, dan 4 sendi. Namun melalui latihan, masing-masing unit gerak akan terkoordinasi. Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemampuan motorik, motivasi untuk bergerak mungkin karena adanya stimulasi dari lingkungan, misalnya melihat sesuatu hal yang baru atau unik maka seseorang akan menuju ke arah tersebut. Sebaliknya kurang gerak untuk melakukan gerakan secara aktif akan menghambat perkembangan kemampuan motorik.
Maka perlu adanya ketrampilan gerak, agar manusia dapat melakukan setiap kegiatannya dengan baik dan benar. Keterampilan dapat menunjuk pada aksi khusus yang ditampilkan atau pada sifat di mana keterampilan itu dilaksanakan.  Banyak kegiatan dianggap sebagai suatu keterampilan, atau terdiri dari beberapa keterampilan dan derajat penguasaan yang dicapai oleh seseorang menggambarkan tingkat keterampilannya. Hal ini bisa terjadi karena kebiasaan yang sudah diterima umum untuk menyatakan bahwa satu atau beberapa pola gerak atau perilaku yang diperhalus bisa disebut keterampilan, contohnya menulis, memainkan gitar atau piano, menyetel mesin, berjalan, berlari, melompat, dan sebagainya.
Jadi, untuk memahami konsep gerak ini kita harus memahami secara komprehensif mengenai sub-sub disiplin keilmuan yang ada didalamnya. Apabila hanya sebagian yang dipahami, maka akan membuat sukar untuk lebih cermat memilah dan memilih istilah yang sesuai dengan substansinya.

2.4 Domain Psikomotor Dalam Belajar Grak
Domain psikomotor adalah cara atau proses belajar yang bersifat kemampuan motorik manusia. Sedangkan belajar gerak merupakan studi tentang proses keterlibatan dalam memperoleh dan menyempurnakan ketrampilan gerak sangat terkait dengan latihan dan pengalaman individu bersangkutan. Ada tiga tahapan dalam belajar gerak, yaitu: 1) tahapan verbal kognitif dan proses membuat keputusan lebih menonjol, 2) tahapan gerak memiliki makna sebagai pola gerak yang dikembangkan sebaik mungkin agar peserta didik atau atlit lebih trampil, 3) tahapan otomatisasi artinya memperhalus gerakan agar peforma peserta didik atau atlit menjadi lebih padu dalam melakukan gerakannya.
Jadi domain psikomotor dalam belajar gerak itu berhubungan dalam proses belajar gerak. Dalam belajar gerak manusia menggukan tiga komponen dasar dalam domain psikomotor, yaitu: 1) domain yang bersifat jasmani (psycal), kesegaran (fitness), dan permainan (play). Komponen bersifat jasmani terkait dengan status anatomis atau struktural. Komponen motorik berhubungan dengan kualitas gerak atau cara melakukan gerakan. Komponen kesegaran menunjuk pada kuantitas gerakan, atau seberapa lama gerakan yang dilakukan dapat dipertahankan, dan komponen bermain menyajikan akumulasi perkembangan domain psikomotor.





BAB III
PENUTUP

Penutup
Domain psikomotor itu adalah cara atau proses belajar yang bersifat kemampuan motorik manusia. Manusia tidak hanya belajar untuk mengembangkan pola berfikir tentang ilmu pengetahuan saja, namun juga perlu untuk belajar untuk mengembangkan pola kreatifitas dengan cara mengembangkan domain psikomotornya. Jadi domain psikomotor itu perlu diketahui oleh setiap manusia, karena domain psikomotor berperan penting dalam proses perkembangan manusia menuju dewasa. Selain itu jika sistem kreatifitas manusia dikembangkan, maka akan membuat manusia tersebut menjadi manusia yang kreatif, dengan kretifitas menjadikan hidup menusia menjadi berwarna dan lebih bermakna.
Belajar pada hakikatnya selalu terintegrasi dengan kehidupan manusia, demikian juga binatang. Peristiwa yang dialami baik oleh manusia ataupun hewan pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dalam arti kata bahwa tanpa belajar manusia ataupun binatang, maka kelangsungan hidupnya akan terancam.
Gerak adalah suatu penampilan yang ditampilkan oleh manusia secara nyata dan dapat diamati. Menurut pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa gerak adalah perilaku manusia yang setiap saat dilakukan dan dapat diamati. Kemampuan motorik penting dipelajari dalam pelajaran pendidikan jasmani karena kemampuan gerak merupakan bagian dari ranah psikomotorik. Ada tiga komponen dasar dominan psikomotor, yaitu: domain yang bersifat jasmani (psysical), kesegaran (fitness), dan permainan (play). Komponen bersifat jasmani terkait dengan status anatomis atau struktural. Komponen motorik berhubungan dengan kualitas gerak atau cara melakukan gerakan. Komponen kesegaran menunjuk pada kuantitas gerakan, atau seberapa lama gerakan yang dilakukan dapat dipertahankan, dan komponen bermain menyajikan akumulasi perkembangan domain psikomotor.
Jadi domain psikomotor dalam belajar gerak itu berhubungan dalam proses belajar gerak. Dalam belajar gerak manusia menggukan tiga komponen dasar dalam domain psikomotor, yaitu: 1) domain yang bersifat jasmani (psycal), kesegaran (fitness), dan permainan (play). Komponen bersifat jasmani terkait dengan status anatomis atau struktural. Komponen motorik berhubungan dengan kualitas gerak atau cara melakukan gerakan. Komponen kesegaran menunjuk pada kuantitas gerakan, atau seberapa lama gerakan yang dilakukan dapat dipertahankan, dan komponen bermain menyajikan akumulasi perkembangan domain psikomotor.


























DAFTAR PUSTAKA

Asep, P. 2012. (Diakses online pada hari Jum’at, 29 Agustus 2014 http://eprints.uny.ac.id/8851/1/bab%201%20%20-08603141027.pdf)

Mahendra, Agus. Modul Perkembangan Belajar Motorik , Modul 7 Keterampilan dan Taksonomi Gerak. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia (diakses online pada hari Jum’at, 29 Agustus 2014 http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._OLAHRAGA/196308241989031-AGUS_MAHENDRA/Modul_Perkembangan_%26_Belajar_Motorik_Agus_Mahendra/Modul_7-_Keterampilan_dan_Taksonomi_Gerak.pdf )

Ma’mun, Amung dan Yudha M. Saputra. 2000. PERKEMBANGAN GERAK DAN BELAJAR GERAK. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan dasar dan Menengah (diakses online pada hari Jum’at, 29 Agustus 2014 http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._KESEHATAN_%26_REKREASI/PRODI._ILMU_KEOLAHRAGAAN/195911041986011-BADRUZAMAN/Tugas_Perkem_%26_bljar_gerak.pdf )


Minggu, 31 Agustus 2014

MAKALAH TENTANG OSTEOPOROSIS DAN OSTEOAKRITIS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Saat manusia mulai memasuki usia lanjut, maka akan banyak sekali penyakit yang mulai menyerang. Ini dikarenakan pada saat manusia masuk dalam fase itu, fungsi kekebalan didalam tubuh manusia mulai menurun. Sehingga banyakpenyakit yang masuk. Mulai dari penyakit yang kecil hingga yang mematikan. Salah satu penyakit yang sering menyerang adalah penyakit osteoporosis.
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang ( Tandra, 2009). Di Indonesia 19,7% dari jumlah lansia atau 3,6 juta otang diantaranya menderita osteoporosis.
Hal ini mengakibatkan banyak studi tentang pencegahan osteoporosis, salah satunya dilakukan oleh Maha Sari Karolina mahasiswi dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. Dalam skripsinya ada beberapa tindakan-tindakan yang dapat mencegah osteoporosis.
Selain osteoporosis ada juga penyakit yang sering menyerang para lansia yaitu osteoarthritis. Osteoartritis adalah penyakit sendi yang sering diderita dewasa madya hingga lansia dengan keluhan utama nyeri kronis yang menimbulkan cemas dan depresi serta ketidakberdayaan. Nyeri kronis ini akan mempengaruhi aktivitas, sosial, spiritual dan psikologis yang akan membuat penderitanya mengalami stres. Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun.5 Untuk osteoarthritis lutut prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita.
Dengan adanya berbagai masalah tersebut maka penulis berinisiatif membuat makalah tentang osteoporosis dan osteoarthritis. Sehingga bagi orang yang belum mengetahui tentang kedua penyakit ini, dapat mengetahui dan memahami tentang kedua penyakit ini. Dalam makalah ini akan dijelaskan beberapa penyebab dan cara mencegah dari kedua penyakit tersebut.


1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana penjelasan tentang penyakit osteoporis?
1.2.2        Bagaimana osteoporis dapat menyerang lansia dan bagaimana cara mencegahnya?
1.2.3        Bagaimana penjelasan tentang penyakit osteoarthritis?
1.2.4        Bagaimana osteoarthritis dapat menyerang lansia dan bagaimana cara mencegahnya?

1.3  Tujuan Penulisan
1.3.1        Dapat  mengetahui apa itu osteoporosis
1.3.2        Dapat  mengetahui penyebab dan cara mencegah osteoporosis
1.3.3        Dapat  mengetahui apa itu osteoarthritis
1.3.4        Dapat  mengetahui penyebab dan cara mencegah osteoarthritis















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Osteoporosi
Penyakit Osteoporosis (OP) atau pengeroposan tulang adalah berkurangnya ketebalan tulang dan rusaknya mikroarsitektur tulang menjadikan tulang mudah patah. Tulang akan tampak berlubang-lubang atau berpori-pori. Penyakit ini menimpa jutaan manusia, misalnya di Amerika Serikat didapati sekitar 28 juta penderita OP dan penyakit berupa patah tulang dijumpai pada 1,5 juta penderita. Sebagian besar (80%), penderita OP adalah wanita.
Tulang yang kita miliki selalu berubah yaitu ada yang dirusak dan ada pembentukan tulang baru sebagai penggantinya. Tulang dibentuk oleh suatu struktur bangunan yang mirip sarang lebah dan dipenuhi oleh kalsium serta mineral lainnya. Sampai batas usia 20 – 25 tahun proses pembentukan tulang dari kalsium dalam makanan mencukupi untuk pergantian tulang yang rusak. Masa puncak tulang yang baik dicapai pada usia diatas 25 tahun, dan sedikit demi sedikit masa tulang ini akan berkurang setelah menginjak usia diatas 40 tahun. Setelah henti haid (menopause) maka seorang wanita mengalami penurunan masa tulang yang sangat tajam. Hal ini diakibatkan oleh penurunannya kadar hormon estrogen.
Tulang dengan masa yang makin berkurang itu akan rentan terhadap kejadian patah tulang walaupun diakibatkan oleh benturan ringan. Pada kenyataannya, patah tulang ini mungkin merupakan salah satu pertanda adanya OP.
Menurut Wisnu Wardana dalam tugas akhirnya mengatakan bahwa, osteoporosis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1)      Osteoporosis primer
Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya. Pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi osteoporosis primer menjadi 2 tipe, yaitu Osteoporosis tipe I dan osteoporosis tipe II.
Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pasca menopause. Osteoporosis tipe ini disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat menopause. Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis.    
Namun pada sekitar tahun 1990, Riggs dan Melton memperbaiki hipotesisnya dan mengemukakan bahwa estrogen menjadi faktor yang sangat berperan pada osteoporosis primer, baik pasca menopause maupun senilis.
2)      Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya, yaitu terjadi karena adanya penyakit lain yang mendasari, defisiensi atau konsumsi obat yang dapat menyebabkan osteoporosis.

2.2  Penyebab Osteoposis
Penyebab utama osteoporosis adalah gangguan dalam remodeling tulang sehingga mengakibatkan kerapuhan tulang. Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel pembentukan tulang). Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa tulang.
Dalam tugas akhirnya Wisnu Wardana mengatakan bahwa ada banyak sekali factor yang dapat menyebabkan osteoporosis, yaitu:
1)      Usia
Semua bagian tubuh berubah seiring dengan bertambahnya usia, begitu juga dengan rangka tubuh. Mulai dari lahir sampai kira-kira usia 30 tahun, jaringan tulang yang dibuat lebih banyak daripada yang hilang. Tetapi setelah usia 30 tahun situasi berb alik, yaitu jaringan tulang yang hilang lebih banyak daripada yang dibuat. Tulang mempunyai 3 permukaan, atau bisa disebut juga dengan envelope, dan setiap permukaan memiliki bentuk anatomi yang berbeda. Permukaan tulang yang menghadap lubang sumsum tulang disebut dengan endosteal envelope, permukaan luarnya disebut periosteal envelope, dan diantara keduanya terdapat intracortical envelope. Ketika masa kanak-kanak, tulang baru terbentuk pada periosteal envelope. Anak- anak tumbuh karena jumlah yang terbentuk dalam periosteum melebihi apa yang dipisahkan pada permukaan endosteal dari tulang kortikal. \
Pada anak remaja, pertumbuhan menjadi semakin cepat karena meningkatnya produksi hormon seks. Seiring dengan meningkatnya usia,  pertumbuhan tulang akan semakin berkurang. Proporsi osteoporosis lebih rendah pada kelompok lansia dini (usia  55-65  tahun)  daripada  lansia  lanjut (usia 65-85 tahun). Peningkatan usia memiliki hubungan dengan  kejadian  osteoporosis.  Jadi terdapat  hubungan  antara osteoporosis dengan peningkatan usia. Begitu juga dengan fraktur osteoporotik akan meningkat dengan bertambahnya usia. Insiden fraktur pergelangan tangan meningkat secara bermakna setelah umur 50, fraktur vertebra meningkat setelah umur 60, dan fraktur panggul sekitar umur 70.9 
2)      Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya osteoporosis. Wanita secara signifikan memilki risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis. Pada osteoporosis primer, perbandingan antara wanita dan pria adalah 5 : 1. Pria memiliki prevalensi yang lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis sekunder, yaitu sekitar 40-60%, karena akibat dari hipogonadisme, konsumsi alkohol, atau pemakaian kortikosteroid yang berlebihan.25 Secara keseluruhan perbandingan wanita dan pria adalah 4 : 1.
3)      Ras
Pada umumnya ras Afrika-Amerika memiliki massa tulang tertinggi, sedangkan ras kulit putih terutama Eropa Utara, memiliki massa tulang terendah. Massa tulang pada ras campuran Asia-Amerika berada diantara keduanya.(24) Penelitian menunjukkan bahwa, bahkan pada usia muda terdapat perbedaan antara anak Afrika-Amerika dan anak kulit putih. Wanita Afrika-Amerika umumnya memiliki massa otot yang lebih tinggi. Massa tulang dan massa otot memiliki kaitan yang sangat erat, dimana semakin berat otot, tekanan pada tulang semakin tinggi sehingga tulang semakin besar. Penurunan massa tulang pada wanita Afrika-Amerika yang semua cenderung lebih lambat daripada wanita berkulit putih. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan hormon di antara kedua ras tersebut.
Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa wanita yang berasal dari negara-negara Eropa Utara, Jepang, dan Cina lebih mudah terkena osteoporosis daripada yang berasal dari Afrika, Spanyol, atau Mediterania.
4)      Riwayat Keluarga
Faktor genetika juga memiliki kontribusi terhadap massa tulang. Penelitian terhadap pasangan kembar menunjukkan bahwa puncak massa tulang di bagian pinggul dan tulang punggung sangat bergantung pada genetika. Anak perempuan dari wanita yang mengalami patah tulang osteoporosis rata-rata memiliki massa tulang yang lebih rendah daripada anak seusia mereka (kira-kira 3-7 % lebih rendah). Riwayat adanya osteoporosis dalam keluarga sangat bermanfaat dalam menentukan risiko seseorang mengalami patah tulang.
5)      Indeks Massa Tubuh
Berat badan yang ringan, indeks massa tubuh yang rendah, dan kekuatan tulang yang menurun memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap berkurangnya massa tulang pada semua bagian tubuh wanita. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa efek berat badan terhadap massa tulang lebih besar pada bagian tubuh yang menopang berat badan, misalnya pada tulang femur atau tibia.
Estrogen tidak hanya dihasilkan oleh ovarium, namun juga bisa dihasilkan oleh kelenar adrenal dan dari jaringan lemak. Jaringan lemak atau adiposa dapat mengubah hormon androgen menjadi estrogen. Semakin banyak jaringan lemak yang dimiliki oleh wanita, semakin banyak hormon estrogen yang dapat diproduksi. Penurunan massa tulang pada wanita yang kelebihan berat badan dan memiliki kadar lemak yang tinggi, pada umumnya akan lebih kecil. Adanya penumpukan jaringan lunak dapat melindungi rangka tubuh dari trauma dan patah tulang.
6)      Aktifitas Fisik
Latihan beban akan memberikan penekanan pada rangka tulang dan menyebabkan tulang berkontraksi sehingga merangsang pembentukan tulang. Kurang aktifitas karena istirahat di tempat tidur yang berkepanjangan dapat mengurangi massa tulang. Hidup dengan aktifitas fisik yang cukup dapat menghasilkan massa tulang yang lebih besar. Itulah sebabnya seorang atlet memiliki massa tulang yang lebih besar dibandingkan yang non-atlet. Proporsi  osteoporosis  seseorang yang  memiliki  tingkat  aktivitas  fisik  dan  beban pekerjaan harian tinggi saat berusia 25 sampai 55  tahun  cenderung  sedikit  lebih  rendah  daripada  yang memiliki aktifitas fisik tingkat  sedang  dan rendah.
7)      Pil KB
Terdapat beberapa bukti bahwa wanita yang menggunakan pil KB untuk waktu yang lama memiliki tulang yang lebih kuat daripada yang tidak mengkonsumsinya. Kontrasepsi oral mengandung kombinasi estrogen dan progesteron, dan keduanya dapat meningkatkan massa tulang. Hormon tersebut dapat melindungi wanita dari berkurangnya massa tulang dan bahkan merangsang pembentukan tulang.
8)      Densitas Tulang
Densitas masa tulang juga berhubungan dengan risiko terjadinya fraktur. Setiap penurunan 1 SD, berhubungan dengan risiko peningkatan fraktur sebesar 1,5 - 3,0 kali. Faktor usia juga menjadi pertimbangan dalam menentukan besarnya risiko menurut densitas tulang.
9)      Penggunan kortikosteroid
Kortikosteroid banyak digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit, terutama penyakit autoimun, namun kortikosteroid yang digunakan dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis sekunder dan fraktur osteoporotik. Kortikosteroid dapat menginduksi terjadinya osteoporosis bila dikonsumsi lebih dari 7,5 mg per hari selama lebih dari 3 bulan. Kortikosteroid akan menyebabkan gangguan absorbsi kalsium di usus, dan peningkatan ekskresi kalsium pada ginjal, sehingga akan terjadi hipokalsemia.
Selain berdampak pada absorbsi kalsium dan ekskresi kalsium , kortikosteroid juga akan menyebabkan penekanan terhadap hormon gonadotropin, sehingga produksi estrogen akan menurun dan akhirnya akan terjadi peningkatan kerja osteoklas. Kortikosteroid juga akan menghambat kerja osteoblas, sehingga penurunan formasi tulang akan terjadi. Dengan terjadinya peningkatan kerja osteoklas dan penurunan kerja dari osteoblas, maka akan terjadi osteoporosis yang progresif.
10)  Menopause
Wanita yang memasuki masa menopause akan terjadi fungsi ovarium yang menurun sehingga produksi hormon estrogen dan progesteron juga menurun. Ketika tingkat estrogen menurun, siklus remodeling tulang berubah dan pengurangan jaringan tulang akan dimulai. Salah satu fungsi estrogen adalah mempertahankan tingkat remodeling tulang yang normal. Tingkat resorpsi tulang akan menjadi lebih tinggi daripada formasi tulang, yang mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Sangat berpengaruh terhadap kondisi ini adalah tulang trabekular karena tingkat turnover yang tinggi dan tulang ini sangat rentan terhadap defisiensi estrogen. Tulang trabekular akan menjadi tipis dan akhirnya berlubang atau terlepas dari jaringan sekitarnya. Ketika cukup banyak tulang yang terlepas, tulang trabekular akan melemah.
11)   Merokok
Tembakau dapat meracuni tulang dan juga menurunkan kadar estrogen, sehingga kadar estrogen pada orang yang merokok akan cenderung lebih rendah daripada yang tidak merokok. Wanita pasca menopause yang merokok dan mendapatkan tambahan estrogen masih akan kehilangan massa tulang. Berat badan perokok juga lebih ringan dan dapat mengalami menopause dini ( kira-kira 5 tahun lebih awal ), daripada non-perokok. Dapat diartikan bahwa wanita yang merokok memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis dibandingkan wanita yang tidak merokok.
12)     Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahun-tahun  mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kebiasaan meminum alkohol lebih dari 750 mL per minggu mempunyai peranan penting dalam penurunan densitas tulang.  Alkohol dapat secara langsung meracuni jaringan tulang atau mengurangi massa tulang karena adanya nutrisi yang buruk. Hal ini disebabkan karena pada orang yang selalu menonsumsi alkohol biasanya tidak mengkonsumsi makanan yang sehat dan mendapatkan hampir seluruh kalori dari alkohol. Disamping akibat dari defisiensi nutrisi, kekurangan vitamin D juga disebabkan oleh terganggunya metabolisme di dalam hepar, karena pada konsumsi alkohol berlebih akan menyebabkan gangguan fungsi hepar.
Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut:
1)      Tinggi badan berkurang
2)      Bungkuk atau bentuk tubuh berubah
3)      Patah tulang
4)      Nyeri bila ada patah tulang (Tandra, 2009).

2.3  Cara Mencegah Osteoporosis
Karena osteoporosis dapat menyerang semua manusia, maka banyak orang menelitidan akhirnya menemukan beberapa cara untuk mencegah penyakit osteoporosis. Antara lain yaitu:
1)      Asupan kalsium cukup
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan.
2)      Paparan sinar matahari
Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Berjemurlah dibawah sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu. Sebaiknya berjemur dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah jam 4. Sinar matahari membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang (Ernawati, 2008).
3)      Melakukan olahraga dengan beban
Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga. Olahraga yang teratur merupakan upaya pencegahan yang penting. Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting adalah melakukannya dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau olahraga untuk penderita osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk mencegah osteoporosis.

2.4  Osteoarthritis
Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan. Osteoartritis adalah penyakit sendi degeneratif yang umumnya terjadi pada dewasa madya dan lansia dengan gangguan pada sendi dan mempunyai gejala utama nyeri kronik (Nevitt, Felson dan Laster, 2011). Soeroso etal., (2006) menyatakan bahwa prevalensi osteoartritis radiologis di Indionesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria, dan 12.7% pada wanita dan diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena osteoartritis.
Osteoarthritis ditemukan oleh American College of Rheumatology sebagai sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi. Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif dan progresif yang mengenai dua per tiga orang yang berumur lebih dari 65 tahun, dengan prevalensi 60,5% pada pria dan 70,5% pada wanita. Osteoarthritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru yang irreguler pada permukaan persendian. Nyeri menjadi gejala utama terbesar pada sendi yang mengalami osteoarthritis.
Di antara lebih dari  100 jenis  kondisi-kondisi radang sendi yang berbeda, osteoarthritis adalah yang paling umum, mempengaruhi lebih 20 juta orang di dalam Amerika Serikat. Osteoarthritis terjadi lebih sering sejalan dengan usia. sebelum usia 45 tahun, osteoarthritis terjadi lebih sering terjadi pada pria-pria. Setelah usia 55 tahun, itu terjadi lebih sering pada wanita. 

2.5  Penyebab Osteoarthritis
Osteoarthritis kebanyakan dihubungkan dengan penuaan. Dengan penuaan, kadar air dari tulang rawan meningkat dan protein dari tulang rawan merosot. Penggunaan berulang dari sendi dari tahun ke tahun mengganggu tulang rawan, menyebabkan nyeri dan bengkak. Pada akhirnya, tulang rawan mulai merosot dengan pengelupasan atau membentuk celah gleser kecil. Di dalam kasus-kasus yang lebih parah, akan terjadi kehilangan total bantal tulang rawan antara tulang-tulang dari sendi. Hilangnya bantalan tulang rawan menyebabkan pergeseran antara tulang-tulang, mendorong ke arah nyeri dan pembatasan mobilitas sendi. Peradangan tulang rawan dapat juga merangsang pertumbuhan tulang baru untuk membentuk di sekitar sendi. Osteoarthritis dapat ditemukan pada para anggota yang ganda dari keluarga yang sama, dengan kata lain osteoarthritis dapat terjadi karena factor keturunan.
Selain karena faktor penuaan, kerusakan tulang rawan bisa juga disebabkan faktor lain. Seperti trauma, gangguan hormon atau pemakaian tulang yang berlebihan. Osteoarthritis banyak menimpa perempuan, meski ditemukan juga beberapa kasus pada laki-laki, terjadi pada banyak perempuan karena berhubungan dengan menopause. Pada periode ini, hormon estrogen tidak berfungsi lagi, Sementara salah satu fungsi hormon ini adalah untuk menjaga massa tulang.

2.6  Cara Mencegah Osteoarthritis
Pengobatan atau treatment yang dapat dilakukan untuk penderita osteoarthritis diantaranya dengan mengurangi berat badan dan menghindari aktiitas yang akan mengakibatkan stress berlebihan pada sambungan tulang rawan.Tujuan dari pengobatan ini adalah mengurangi rasa sakit dan peradangan juga meningkatkan dan memperbaiki fungsi sambungan. Beberapa penderita tidak merasakan atau sedikit merasakan nyeri. Cara lain yang dilakukan adalah dengan istirahat, olahraga dan pengurangan berat badan, terapi fisik dengan alat-alat yang mendukung. Upaya lain dalam pengobatan adalah dengan suntik sendi.





















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit Osteoporosis (OP) atau pengeroposan tulang adalah berkurangnya ketebalan tulang dan rusaknya mikroarsitektur tulang menjadikan tulang mudah patah. Tulang yang kita miliki selalu berubah yaitu ada yang dirusak dan ada pembentukan tulang baru sebagai penggantinya. Tulang dengan masa yang makin berkurang itu akan rentan terhadap kejadian patah tulang walaupun diakibatkan oleh benturan ringan. Pada kenyataannya, patah tulang ini mungkin merupakan salah satu pertanda adanya OP.
Penyebab utama osteoporosis adalah gangguan dalam remodeling tulang sehingga mengakibatkan kerapuhan tulang. Selain itu usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, indeks massa tubuh, latihan fisik, pil KB, densitas tulang, penggunaan kortikosteroid, menopause, rokok, dan minuman keras juga dapat menyebabkan osteoporosis.
Cara mencegah osteoporosis dapat dengan mengkonsumsi asupan kalsium yang cukup, paparan sinar matahari juga bisa mencegah osteoporosis, dan melakukan olahraga dengan beban yang seimbang.
Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan. Osteoartritis adalah penyakit sendi degeneratif yang umumnya terjadi pada dewasa madya dan lansia dengan gangguan pada sendi dan mempunyai gejala utama nyeri kronik (Nevitt, Felson dan Laster, 2011). Osteoarthritis ditemukan oleh American College of Rheumatology sebagai sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi.
Osteoarthritis kebanyakan dihubungkan dengan penuaan. Dengan penuaan, kadar air dari tulang rawan meningkat dan protein dari tulang rawan merosot. Penggunaan berulang dari sendi dari tahun ke tahun mengganggu tulang rawan, menyebabkan nyeri dan bengkak. Selain karena faktor penuaan, kerusakan tulang rawan bisa juga disebabkan faktor lain. Seperti trauma, gangguan hormon atau pemakaian tulang yang berlebihan.
Pengobatan atau treatment yang dapat dilakukan untuk penderita osteoarthritis diantaranya dengan mengurangi berat badan dan menghindari aktiitas yang akan mengakibatkan stress berlebihan pada sambungan tulang rawan.
DAFTAR PUSTAKA

Koentjoro, Sara Listyani. 2010. HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASA TUBUH (IMT) DENGAN DERAJAT OSTEOARTRITIS LUTUT MENURUT KELLGREN DAN LAWRENCE. Semarang: Universitas Diponegoro

Lumbantoruan, Septa Meriana dan Ikhsanuddin Ahmad Harahap. HUBUNGAN INTENSITAS NYERI DENGAN STRES PASIEN OSTEOARTRITIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN. Medan: Universitas Sumatra Utara

Mulyaningsih, Farida. 2008. MENCEGAH DAN MENGATASI OSTEOPOROSIS DENGAN BEROLAHRAGA. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

Sumual, Angela Sarah, Vennetia R Danes, dan Fransiska Lintong. PENGARUH BERAT BADAN TERHADAP GAYA GESEK DAN TIMBULNYA OSTEOARTHRITIS PADA ORANG DI ATAS 45 TAHUN DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO. Manado: Universitas Sam Ratulangi

Wardhana,Wisnu. 2012.  FAKTOR – FAKTOR RISIKO OSTEOPOROSIS PADA PASIEN DENGAN USIA DI ATAS 50 TAHUN.  Semarang: Universitas Diponegoro

Yulia, Cica dan Sri Darningsih. HUBUNGAN KALSIUM DENGAN RICKETSIA, OSTEOMALACIA DAN OSTEOARTHRITIS